Sabtu, 01 Juli 2017

Alur Pelaksanaan Persidangan

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
          Suatu tuntutan hak yang akan diajukan kepada pengadilan yang dituangkan dalam sebuah gugatan, pihak penggugat haruslah mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Pada prinsipnya setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin mempertahankannya di muka pengadilan dapat bertindak sebagai pihak dalam gugatan tersebut asalkan memenuhi persyaratan yakni mempunyai kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan mempunyai kemampuan untuk bertindak atau melakukan perbuatan hukum.
          Oleh karena itu agar dapat menyelesaikan suatu perkara di pengadilan dengan lancar, penulis akan memaparkan makalah tentang pelaksanaan persidangan.
B.            Rumusan Masalah
1.             Bagaimana alur pelaksanaan persidangan?













BAB II
Pelaksanaan Persidangan
A.           Ketentuan Umum Persidangan[1]
1.             Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab atas jalannya persidangan.
2.             Agar pemeriksaan perkara berjalan teratur, tertib dan lancar, sebelum pemeriksaan dimulai harus dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.
3.             Sidang dimulai pada pukul 09.00 waktu setempat, kecuali dalam hal tertentu sidang dapat dimulai lebih dari pukul 09.00 dengan ketentuan harus diumumkan terlebih dahulu.
4.             Perkara harus sudah diputus selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak perkara didaftarkan. Jika dalam waktu tersebut belum putus, maka Ketua Majelis harus melaporkan keterlambatan tersebut kepada Ketua
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dengan menyebutkan alasannya.
5.             Sidang harus dilaksanakan di ruang sidang. Dalam hal dilakukan pemeriksaan setempat, sidang dapat dibuka dan ditutup di Kantor Kelurahan / Kepala Desa atau di tempat objek pemeriksaan.
6.             Majelis Hakim yang memeriksa perkara terlebih dahulu harus mengupayakan perdamaian melalui proses mediasi (Pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg jo Pasal 82 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006 jo PERMA No. 1 Tahun 2008).
7.             Dengan adanya upaya mediasi sebagaimana diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2008, Majelis Hakim agar memperhatikan dan menyesuaikan tenggang waktu proses mediasi dengan hari persidangan berikutnya.
8.             Apabila mediasi gagal, maka Majelis Hakim tetap berkewajiban untuk mendamaikan para pihak (Pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg).
9.             Sidang pemeriksaan perkara cerai talak dan cerai gugat dilakukan secara tertutup, namun putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
10.         Apabila Ketua Majelis berhalangan, persidangan dibuka oleh Hakim Anggota yang senior untuk menunda persidangan.
11.         Apabila salah seorang Hakim Anggota berhalangan, diganti oleh Hakim lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dengan PMH baru. Penggantian Hakim Anggota harus dicatat dalam berita acara persidangan dan buku register perkara.
12.         Dalam keadaan luar biasa dimana sidang yang telah ditentukan tidak dapat dilaksanakan karena semua Hakim berhalangan, maka sidang ditunda pada waktu yang akan ditentukan kemudian dan penundaan tersebut sesegera
mungkin diumumkan oleh Panitera di papan pengumuman.
Adapun prinsip-prinsip persidangan yang harus dilaksanakan oleh Majelis Hakim antara lain sebagai berikut:[2]
a.              Prinsip personalitas ke-Islaman
b.             Prinsip persidangan terbuka untuk umum
c.              Prinsip persamaan hak dan kedudukan dalam persidangan
d.             Prinsip hakim aktif memberi bantuan
e.              Prinsip setiap beperkara dikenakan biaya
f.              Prinsip persidangan harus majelis

B.            Berita Acara Sidang
1.             Segala sesuatu yang terjadi di persidangan pengadilan tingkat pertama dituangkan dalam berita acara sidang, sedangkan di pengadilan tingkat banding cukup dibuat catatan sidang.
2.             Ketua Majelis bertanggung jawab atas perbuatan dan penandatanganan berita acara.
3.             Panitera Pengganti harus membuat berita acara sidang yang memuat tentang hari, tanggal, tempat, susunan persidangan, pihak yang hadir, dan jalannya pemeriksaan perkara tersebut dengan lengkap dan jelas.
4.             Pembuatan dan pengetikan berita acara sidang sebagaimana pada angka 3) :
a.              Menggunakan bahasa hukum yang baik dan benar.
b.             Ketikan harus rapi.
c.              Jika ada kesalahan ketik, perbaikannya menggunakan metode renvoi dan kata yang diganti harus terbaca, serta diparaf oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti.
d.             Menggunakan kertas A4 70 gram.
e.              Margin atas dan bawah 3 cm, margin kiri 4 cm dan margin kanan 2 cm.
f.              Jarak antara baris pertama dan berikutnya 1 ½ spasi.
g.             Menggunakan font arial 12.
h.             Kepala BAS memakai huruf capital dan tanpa garis bawah,
i.               Setelah kata nomor tidak memakai titik dua (:), penulisan nomor dengan 4 digit.
j.               Di bawah nomor BAS untuk sidang pertama ditulis “Sidang Pertama” untuk sidang berikutnya ditulis “Lanjutan”.
Contoh :


BERITA ACARA SIDANG
Nomor 0001/Pdt.G/2013/PA.JS
Lanjutan
 





k.             Format pengetikan BAS berbentuk iris balok/ iris talas.
l.               Penulisan identitas para pihak meliputi nama, umur/ tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal dan penulisan nama dimulai dengan huruf capital.
m.           Penulisan identitas para pihak setelah baris pertama dan masuk pada baris kedua dimulai dari ketukan ke-15.
n.             Bila para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa diletakkan setelah identitas para pihak.
o.             Kata melawan ditulis “center text” dengan menggunakan huruf kecil.
p.             Kalimat yang digunakan untuk menjelaskan susunan majelis ditulis dengan “Susunan majelis yang bersidang”.
q.             Susunan majelis pada BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap (nama dan gelar) dengan menggunakan huruf kapital. Sedangkan BAS lanjutan tanpa pergantian majelis ditulis dengan kalimat “susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu”.
r.               Alinea pada setiap kalimat harus masuk (lima) karakter.
5.             Tanya jawab antara majelis dengan para pihak dan para saksi dalam BAS menggunakan kalimat langsung.
6.             Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara bersambung dari sidang pertama sampai sidang yang terakhir.
7.             Jawaban (termasuk rekonvensi bila ada), replik, duplik, rereplik, reduplik, alat bukti dan seluruh dokumen terkait serta kesimpulan tertulis menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut halaman.
8.             Berita acara sidang harus sudah selesai dan ditandatangani paling lambat sehari sebelum sidang berikutnya.

C.           Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
1.             Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia.
2.             Jika dipandang perlu dan mendapat persetujuan Majelis Hakim, Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan Majelis Hakim.
3.             Dalam rapat permusyawaratan, setiap Hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapatnya secara tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa.
4.             Ketua Majelis mempersilahkan Hakim Anggota II untuk mengemukakan pendapatnya, disusul oleh Hakim Anggota I dan terakhir Ketua Majelis.
5.             Semua pendapat harus dikemukakan secara jelas dengan menunjuk dasar hukumnya, kemudian dicatat dalam buku agenda sidang.
6.             Jika terdapat perbedaan pendapat, maka yang pendapatnya berbeda tersebut (dissenting opinion) dapat dimuat dalam akhir pertimbangan putusan.
Contoh :
Menimbang, bahwa namun demikian seorang hakim bernama …. Berbeda pendapat dengan pertimbangan tersebut, yang pendapatnya sebagai berikut :
Bahwa...
Bahwa…., dst.
Menimbang, bahwa meskipun berbeda pendapat, demi keadilan dan kepastian hukum, hakim tersebut sependapat bahwa perkara tersebut diputus …..


D.           Penyelesaian Putusan
1.             Pada waktu diucapkan, putusan harus sudah jadi dan setelah itu langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
2.             Pada salinan putusan halaman terakhir dibuat catatan berkenaan :
a.              Adanya permohonan banding atau kasasi.
Contoh :
Dicatat disini : Tergugat telah mengajukan permohonan banding atas putusan tersebut tanggal ............... (ditandatangani Panitera).
b.             Putusan telah BHT. Contoh : Dicatat disini : Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal ............... (ditandatangani Panitera).
E.            Pemberitahuan Isi Putusan
1.             Jika Penggugat / Pemohon atau Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan, maka Panitera / Jurusita Pengganti harus memberitahukan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir.
2.             Jika Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan dan alamatnya tidak diketahui di seluruh wilayah RI, maka pemberitahuan isi putusan dilakukan melalui pemerintah Kabupaten / Kota setempat untuk diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam waktu 14 (empat belas) hari, baik dalam perkara bidang perkawinan maupun yang lainnya.

F.            Penyampaian Salinan Putusan
1.             Panitera menyampaikan salinan putusan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan BHT kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman dan tempat perkawinan Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon. (Pasal 84 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009).
2.             Pengadilan wajib menyediakan salinan putusan kepada para pihak selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan diucapkan (SEMA Nomor 1 Tahun 2011).
3.             Penyampaian salinan putusan tersebut harus atas permintaan pihak yang bersangkutan.
4.             Penyampaian salinan putusan sebagaimana butir (1) dan (2) melalui pos atau jasa pengiriman lain yang biayanya diambil dari biaya proses (biaya perkara).
5.             Pengeluaran salinan putusan atas permintaan pihak :
a.              Harus dibuat catatan kaki yang berisi :
1)             Diberikan kepada / atas permintaan siapa.
2)             Dalam keadaan belum atau sudah BHT.
b.             Salinan putusan ditandatangani oleh Panitera dengan mencantumkan tanggal pengeluaran.

G.           Minutasi Berkas Perkara
1.             Minutasi berkas perkara harus selesai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan.
2.             Majelis Hakim bertanggung jawab atas penyelesaian minutasi berkas perkara yang pelaksanaannya dibantu oleh Panitera Pengganti.
3.             Berkas disusun secara berangsur dan kronologis.
4.             Berkas perkara yang telah diminutasi, diserahkan ke Meja III untuk diberi sampul, dijahit dan disegel.
5.             Selanjutnya berkas tersebut diparaf dan diberi tanggal oleh Ketua Majelis.

H.           Pemberkasan Perkara
1.             Berkas perkara terdiri dari :
a.              Surat gugatan / permohonan.
b.             Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.              SKUM
d.             Penetapan Majelis / Hakim
e.              Penunjukan Panitera Pengganti
f.              Penunjukan Jurusita / Jurusita Pengganti
g.             Penetapan Hari Sidang
h.              Relaas Panggilan
i.               Berita Acara Sidang (jawaban / replik / duplik dimasukkan dalam kesatuan berita acara.
j.               Penetapan Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k.             Berita acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
l.               Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada).
m.           Surat-surat bukti Penggugat (bila ada).
n.             Surat-surat bukti Tergugat (bila ada).
o.             Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada).
p.             Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada).
q.             Gambar situasi (bila ada dan dimasukkan sesuai kronologis).
r.               Surat-surat lain.
2.             Dalam hal perkara diajukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali, maka berkas dibuat menjadi 2 bundel, yaitu Bundel A dan Bundel B. Bundel A merupakan himpunan surat-surat yang diawali dengan surat gugatan dan semua kegiatan proses persidangan/ pemeriksaan perkara tersebut yang selalu disimpan di Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang terdiri dari :
a.              Surat gugatan / permohonan.
b.             Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.              SKUM
d.             Penetapan Majelis / Hakim
e.              Penunjukan Panitera Pengganti
f.              Penunjukan Jurusita / Jurusita Pengganti
g.             Penetapan Hari Sidang
h.             Relaas Panggilan
i.               Berita Acara Sidang (jawaban / replik / duplik pihak-pihak, dimasukkan dalam kesatuan berita acara.
j.               Penetapan Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k.             Berita acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
l.               Lampiran-lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada dan penempatannya sesuai kronologis).
m.           Surat-surat bukti Penggugat (bila ada).
n.             Surat-surat bukti Tergugat (bila ada).
o.             Tanggapan bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada).
p.             Tanggapan bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada).
q.             Gambar situasi (bila ada).
r.               Surat-surat lain.
s.              Semua surat tersebut dalam huruf i) sampai dengan huruf r) dan relaas panggilan selama proses persidangan disusun secara kronologis merupakan
bagian dari berita acara.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan banding yang pada akhirnya akan menjadi arsip Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan banding serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan
banding, yang terdiri dari :
a.              Salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
b.             Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.              Memori banding (bila ada).
d.             Memori banding (bila ada).
e.              Akta pemberitahuan banding.
f.              Pemberitahuan penyerahan memori banding.
g.             Akta penerimaan kontra memori banding (bila ada).
h.             Kontra memori banding (bila ada).
i.               Pemberitahuan penyerahan kontra memori banding.
j.               Inzage.
k.             Surat Kuasa Khusus (bila ada).
l.               Surat Kuasa Khusus (bila ada).
m.           Bukti pengiriman biaya perkara banding.
n.             Bukti setor biaya pendaftaran ke kas negara.

Bundel B yang berkaitan dengan permohonan kasasi yang pada akhrinya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan kasasi serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan kasasi yangterdiri dari :
a.              Relaas pemberitahuan amar putusan banding kepada kedua belah pihak.
b.             Surat Kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.              Akta permohonan kasasi.
d.             Relaas pemberitahuan akta permohonan kasasi kepada pihak lawan.
e.              Memori kasasi.
f.              Tanda terima memori kasasi.
g.             Surat keterangan Panitera apabila Pemohon Kasasi tidak menyerahkan memori kasasi.
h.             Relaas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan.
i.               Kontra memori kasasi (bila ada).
j.               Relaas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan.
k.             Salinan putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
l.               Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
m.           Tanda bukti pengiriman biaya kasasi melalui bank / kantor pos.
n.             Surat-surat lain (bila ada).
o.             Dokumen elektronik berisi :
1)             Salinan putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah dan pengadilan tinggi agama/ mahkamah syar’iyah Aceh serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah.
2)             Memori kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak menyampaikan.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan peninjauan kembali yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung adalah merupakan himpunan suratsurat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan peninjauan kembali serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan peninjauan kembali yang terdiri dari :
a.              Relaas pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon Peninjauan Kembali (apabila peninjauan kembali diajukan terhadap putusan kasasi) atau relaas pemberitahuan amar putusan banding (apabila permohonan peninjauan kembali diajukan atas putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh).
b.             Surat Kuasa Khusus (jika ada)
c.              Akta permohonan peninjauan kembali.
d.             Surat permohonan peninjauan kembali dilampiri dengan surat bukti.
e.              Tanda terima surat permohonan peninjauan kembali.
f.              Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawan.
g.             Jawaban surat permohonan peninjauan kembali.
h.             Surat pemberitahuan dan penyerahan salinan jawaban atas permohonan peninjauan kembali.
i.               Salinan putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
j.               Salinan putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh (bila perlu).
k.             Salinan putusan kasasi (bila perlu).
l.               Tanda bukti pengiriman biaya permohonan peninjauan kembali dari bank / kantor pos.
m.           Surat-surat lain (bila ada).
n.             Dokumen elektronik berisi:
1)             Salinan putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah dan pengadilan tinggi agama/ mahkamah syar’iyah Aceh serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah.
2)             Memori kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak menyampaikan.

I.              Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak
1)             Setelah putusan izin berkekuatan tetap (BHT), Ketua Pengadilan/ Mahkamah Syar’iyah membuat PMH baru untuk pelaksanaan sidang ikrar talak.
2)             Majelis Hakim menetapkah hari sidang (PHS).
3)             Majelis memerintahkan Jurusita Pengganti memanggil pemohon dan termohon.
4)             Dalam hal pemohon atau wakilnya yang diberi kuasa khusus untuk itu serta termohon atau wakilnya hadir dalam sidang ikrar talak, maka pemohon atau wakilnya menucapkan ikrar talak yang dihadiri oleh termohon atau wakilnya.
5)             Jika termohon telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak datang menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka pemohon atau wakilnya dapat mengucapkan ikrar talak tanpa dihadiri oleh termohon atau wakilnya.
6)             Jika pemohon dalam tenggat waktu 6 bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak tidak datang sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah mendapat panggilan secara sah atau patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
7)             Panitera membuat catatan pada halaman terakhir putusan berbunyi : “Kekuatan hukum putusan ini gugur sejak tanggal .......”.
8)             Proses persidangan ikrar talak dicatat dalam berita acara sidang.
9)             Berita acara sidang berikut penetapan dan berkas perkaranya diserahkan kembali pada meja III.
10)         Meja III mencatat dalam Buku Kendali Khusus untuk itu.[3]

                                            BAB III
                                     KESIMPULAN
Majelis Hakim yang memeriksa perkara terlebih dahulu harus mengupayakan perdamaian melalui proses mediasi. Kemudian segala sesuatu yang terjadi di persidangan pengadilan tingkat pertama dituangkan dalam berita acara sidang, sedangkan di pengadilan tingkat banding cukup dibuat catatan sidang. Ketua Majelis bertanggung jawab atas perbuatan dan penandatanganan berita acara dibantu oleh panitera.
Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia. Jika dipandang perlu dan mendapat persetujuan Majelis Hakim, Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan Majelis Hakim. Dalam penyelesaian putusan, pada waktu diucapkan harus sudah jadi dan setelah itu langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
Jika yang bersangkutan tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan, maka Panitera / Jurusita Pengganti harus memberitahukan isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir. Kemudian Panitera juga menyampaikan salinan putusan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah putusan BHT kepada pegawai pencatat nikah

















                             DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Ahmad Harun, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013.
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2005.




[1] Ibrahim Ahmad Harun, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013) hal 38-39.
[2] Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2005), hal 195.
[3] Ibrahim Ahmad Harun, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama, hal 39-48.

1 komentar:

  1. Vimeo vids, Vids, videos - Vimeo
    vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, video. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. youtube mp3 Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos.

    BalasHapus