BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Suatu
tuntutan hak yang akan diajukan kepada pengadilan yang dituangkan dalam sebuah
gugatan, pihak penggugat haruslah mempunyai kepentingan hukum yang cukup. Pada prinsipnya
setiap orang yang merasa mempunyai hak dan ingin mempertahankannya di muka
pengadilan dapat bertindak sebagai pihak dalam gugatan tersebut asalkan
memenuhi persyaratan yakni mempunyai kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan
mempunyai kemampuan untuk bertindak atau melakukan perbuatan hukum.
Oleh
karena itu agar dapat menyelesaikan suatu perkara di pengadilan dengan lancar,
penulis akan memaparkan makalah tentang pelaksanaan persidangan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana alur pelaksanaan persidangan?
BAB II
Pelaksanaan Persidangan
1.
Ketua Majelis Hakim bertanggung jawab atas jalannya persidangan.
2.
Agar pemeriksaan perkara berjalan teratur, tertib dan lancar,
sebelum pemeriksaan dimulai harus dipersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan
diajukan.
3.
Sidang dimulai pada pukul 09.00 waktu setempat, kecuali dalam hal
tertentu sidang dapat dimulai lebih dari pukul 09.00 dengan ketentuan harus
diumumkan terlebih dahulu.
4.
Perkara harus sudah diputus selambat-lambatnya dalam waktu 6
(enam) bulan sejak perkara didaftarkan. Jika dalam waktu tersebut belum putus,
maka Ketua Majelis harus melaporkan keterlambatan tersebut kepada Ketua
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dengan menyebutkan alasannya.
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dengan menyebutkan alasannya.
5.
Sidang harus dilaksanakan di ruang sidang. Dalam hal dilakukan
pemeriksaan setempat, sidang dapat dibuka dan ditutup di Kantor Kelurahan /
Kepala Desa atau di tempat objek pemeriksaan.
6.
Majelis Hakim yang memeriksa perkara terlebih dahulu harus mengupayakan
perdamaian melalui proses mediasi (Pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg jo Pasal 82
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3
Tahun 2006 jo PERMA No. 1 Tahun 2008).
Tahun 2006 jo PERMA No. 1 Tahun 2008).
7.
Dengan adanya upaya mediasi sebagaimana diatur dalam PERMA No. 1
Tahun 2008, Majelis Hakim agar memperhatikan dan menyesuaikan tenggang waktu
proses mediasi dengan hari persidangan berikutnya.
8.
Apabila mediasi gagal, maka Majelis Hakim tetap berkewajiban untuk
mendamaikan para pihak (Pasal 130 HIR / Pasal 154 RBg).
9.
Sidang pemeriksaan perkara cerai talak dan cerai gugat dilakukan
secara tertutup, namun putusan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
10.
Apabila Ketua Majelis berhalangan, persidangan dibuka oleh Hakim
Anggota yang senior untuk menunda persidangan.
11.
Apabila salah seorang Hakim Anggota berhalangan, diganti oleh
Hakim lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dengan
PMH baru. Penggantian Hakim Anggota harus dicatat dalam berita acara persidangan
dan buku register perkara.
12.
Dalam keadaan luar biasa dimana sidang yang telah ditentukan tidak
dapat dilaksanakan karena semua Hakim berhalangan, maka sidang ditunda pada
waktu yang akan ditentukan kemudian dan penundaan tersebut sesegera
mungkin diumumkan oleh Panitera di papan pengumuman.
mungkin diumumkan oleh Panitera di papan pengumuman.
Adapun
prinsip-prinsip persidangan yang harus dilaksanakan oleh Majelis Hakim antara
lain sebagai berikut:[2]
a.
Prinsip personalitas ke-Islaman
b.
Prinsip persidangan terbuka untuk umum
c.
Prinsip persamaan hak dan kedudukan dalam persidangan
d.
Prinsip hakim aktif memberi bantuan
e.
Prinsip setiap beperkara dikenakan biaya
f.
Prinsip persidangan harus majelis
B.
Berita Acara Sidang
1.
Segala sesuatu yang terjadi di persidangan pengadilan tingkat pertama
dituangkan dalam berita acara sidang, sedangkan di pengadilan tingkat banding cukup
dibuat catatan sidang.
2.
Ketua Majelis bertanggung jawab atas perbuatan dan penandatanganan
berita acara.
3.
Panitera Pengganti harus membuat berita acara sidang yang memuat
tentang hari, tanggal, tempat, susunan persidangan, pihak yang hadir, dan
jalannya pemeriksaan perkara tersebut dengan lengkap dan jelas.
4.
Pembuatan dan pengetikan berita acara sidang sebagaimana pada
angka 3) :
a.
Menggunakan bahasa hukum yang baik dan benar.
b.
Ketikan harus rapi.
c.
Jika ada kesalahan ketik, perbaikannya menggunakan metode renvoi
dan kata yang diganti harus terbaca, serta diparaf oleh Ketua Majelis dan
Panitera Pengganti.
d.
Menggunakan kertas A4 70 gram.
e.
Margin atas dan bawah 3 cm, margin kiri 4 cm dan margin kanan 2
cm.
f.
Jarak antara baris pertama dan berikutnya 1 ½ spasi.
g.
Menggunakan font arial 12.
h.
Kepala BAS memakai huruf capital dan tanpa garis bawah,
i.
Setelah kata nomor tidak memakai titik dua (:), penulisan nomor
dengan 4 digit.
j.
Di bawah nomor BAS untuk sidang pertama ditulis “Sidang Pertama” untuk
sidang berikutnya ditulis “Lanjutan”.
Contoh
:
BERITA ACARA SIDANG
Nomor 0001/Pdt.G/2013/PA.JS Lanjutan |
k.
Format pengetikan BAS berbentuk iris balok/ iris talas.
l.
Penulisan identitas para pihak meliputi nama, umur/ tanggal lahir,
agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal dan penulisan nama dimulai
dengan huruf capital.
m.
Penulisan identitas para pihak setelah baris pertama dan masuk
pada baris kedua dimulai dari ketukan ke-15.
n.
Bila para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa
diletakkan setelah identitas para pihak.
o.
Kata melawan ditulis “center text” dengan menggunakan huruf kecil.
p.
Kalimat yang digunakan untuk menjelaskan susunan majelis ditulis
dengan “Susunan majelis yang bersidang”.
q.
Susunan majelis pada BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada
pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap (nama dan gelar)
dengan menggunakan huruf kapital. Sedangkan BAS lanjutan tanpa pergantian majelis
ditulis dengan kalimat “susunan majelis yang bersidang sama dengan sidang yang
lalu”.
r.
Alinea pada setiap kalimat harus masuk (lima) karakter.
5.
Tanya jawab antara majelis dengan para pihak dan para saksi dalam
BAS menggunakan kalimat langsung.
6.
Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara bersambung
dari sidang pertama sampai sidang yang terakhir.
7.
Jawaban (termasuk rekonvensi bila ada), replik, duplik, rereplik,
reduplik, alat bukti dan seluruh dokumen terkait serta kesimpulan tertulis
menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut halaman.
8.
Berita acara sidang harus sudah selesai dan ditandatangani paling
lambat sehari sebelum sidang berikutnya.
C.
Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
1.
Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia.
2.
Jika dipandang perlu dan mendapat persetujuan Majelis Hakim,
Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan Majelis Hakim.
3.
Dalam rapat permusyawaratan, setiap Hakim wajib menyampaikan pertimbangan
atau pendapatnya secara tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa.
4.
Ketua Majelis mempersilahkan Hakim Anggota II untuk mengemukakan
pendapatnya, disusul oleh Hakim Anggota I dan terakhir Ketua Majelis.
5.
Semua pendapat harus dikemukakan secara jelas dengan menunjuk
dasar hukumnya, kemudian dicatat dalam buku agenda sidang.
6.
Jika terdapat perbedaan pendapat, maka yang pendapatnya berbeda
tersebut (dissenting opinion) dapat dimuat dalam akhir pertimbangan
putusan.
Contoh :
Menimbang, bahwa namun demikian seorang hakim bernama
…. Berbeda pendapat dengan pertimbangan tersebut, yang pendapatnya sebagai berikut
:
Bahwa...
Bahwa…., dst.
Bahwa...
Bahwa…., dst.
Menimbang, bahwa meskipun berbeda pendapat, demi
keadilan dan kepastian hukum, hakim tersebut sependapat bahwa perkara tersebut
diputus …..
D.
Penyelesaian Putusan
1.
Pada waktu diucapkan, putusan harus sudah jadi dan setelah itu
langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
2.
Pada salinan putusan halaman terakhir dibuat catatan berkenaan :
a.
Adanya permohonan banding atau kasasi.
Contoh :
Contoh :
Dicatat disini : Tergugat telah mengajukan permohonan banding
atas putusan tersebut tanggal ............... (ditandatangani Panitera).
b.
Putusan telah BHT. Contoh : Dicatat disini : Putusan tersebut
telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal ...............
(ditandatangani Panitera).
E.
Pemberitahuan Isi Putusan
1.
Jika
Penggugat / Pemohon atau Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan
putusan, maka Panitera / Jurusita Pengganti harus memberitahukan isi putusan kepada
para pihak yang tidak hadir.
2.
Jika
Tergugat / Termohon tidak hadir dalam sidang pembacaan putusan dan alamatnya
tidak diketahui di seluruh wilayah RI, maka pemberitahuan isi putusan dilakukan
melalui pemerintah Kabupaten / Kota setempat untuk diumumkan pada papan
pengumuman Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah dalam waktu 14 (empat belas)
hari, baik dalam perkara bidang perkawinan maupun yang lainnya.
F.
Penyampaian Salinan Putusan
1.
Panitera
menyampaikan salinan putusan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
putusan BHT kepada pegawai pencatat nikah yang wilayahnya meliputi tempat kediaman
dan tempat perkawinan Penggugat / Pemohon dan Tergugat / Termohon. (Pasal 84
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun
2009).
2.
Pengadilan
wajib menyediakan salinan putusan kepada para pihak selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja setelah putusan diucapkan (SEMA Nomor 1 Tahun 2011).
3.
Penyampaian
salinan putusan tersebut harus atas permintaan pihak yang bersangkutan.
4.
Penyampaian
salinan putusan sebagaimana butir (1) dan (2) melalui pos atau jasa pengiriman
lain yang biayanya diambil dari biaya proses (biaya perkara).
5.
Pengeluaran
salinan putusan atas permintaan pihak :
a.
Harus
dibuat catatan kaki yang berisi :
1)
Diberikan
kepada / atas permintaan siapa.
2)
Dalam
keadaan belum atau sudah BHT.
b.
Salinan
putusan ditandatangani oleh Panitera dengan mencantumkan tanggal pengeluaran.
G.
Minutasi Berkas Perkara
1.
Minutasi
berkas perkara harus selesai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak
putusan diucapkan.
2.
Majelis
Hakim bertanggung jawab atas penyelesaian minutasi berkas perkara yang pelaksanaannya
dibantu oleh Panitera Pengganti.
3.
Berkas
disusun secara berangsur dan kronologis.
4.
Berkas
perkara yang telah diminutasi, diserahkan ke Meja III untuk diberi sampul,
dijahit dan disegel.
5.
Selanjutnya
berkas tersebut diparaf dan diberi tanggal oleh Ketua Majelis.
H.
Pemberkasan Perkara
1.
Berkas
perkara terdiri dari :
a.
Surat
gugatan / permohonan.
b.
Surat
kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.
SKUM
d.
Penetapan
Majelis / Hakim
e.
Penunjukan
Panitera Pengganti
f.
Penunjukan
Jurusita / Jurusita Pengganti
g.
Penetapan
Hari Sidang
h.
Relaas Panggilan
i.
Berita
Acara Sidang (jawaban / replik / duplik dimasukkan dalam kesatuan berita acara.
j.
Penetapan
Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k.
Berita
acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
l.
Lampiran-lampiran
surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada).
m.
Surat-surat
bukti Penggugat (bila ada).
n.
Surat-surat
bukti Tergugat (bila ada).
o.
Tanggapan
bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada).
p.
Tanggapan
bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada).
q.
Gambar
situasi (bila ada dan dimasukkan sesuai kronologis).
r.
Surat-surat
lain.
2.
Dalam
hal perkara diajukan upaya hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali, maka berkas
dibuat menjadi 2 bundel, yaitu Bundel A dan Bundel B. Bundel A merupakan
himpunan surat-surat yang diawali dengan surat gugatan dan semua kegiatan
proses persidangan/ pemeriksaan perkara tersebut yang selalu disimpan di Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah yang terdiri dari :
a.
Surat
gugatan / permohonan.
b.
Surat
kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.
SKUM
d.
Penetapan
Majelis / Hakim
e.
Penunjukan
Panitera Pengganti
f.
Penunjukan
Jurusita / Jurusita Pengganti
g.
Penetapan
Hari Sidang
h.
Relaas
Panggilan
i.
Berita
Acara Sidang (jawaban / replik / duplik pihak-pihak, dimasukkan dalam kesatuan
berita acara.
j.
Penetapan
Sita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
k.
Berita
acara cita conservatoir / revindicatoir (bila ada).
l.
Lampiran-lampiran
surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada dan penempatannya sesuai kronologis).
m.
Surat-surat
bukti Penggugat (bila ada).
n.
Surat-surat
bukti Tergugat (bila ada).
o.
Tanggapan
bukti-bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada).
p.
Tanggapan
bukti-bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada).
q.
Gambar
situasi (bila ada).
r.
Surat-surat
lain.
s.
Semua
surat tersebut dalam huruf i) sampai dengan huruf r) dan relaas panggilan
selama proses persidangan disusun secara kronologis merupakan
bagian dari berita acara.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan banding yang pada
akhirnya akan menjadi arsip Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh
adalah himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan
banding serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan
banding, yang terdiri dari :
banding, yang terdiri dari :
a.
Salinan
putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
b.
Surat
kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.
Memori
banding (bila ada).
d.
Memori
banding (bila ada).
e.
Akta
pemberitahuan banding.
f.
Pemberitahuan
penyerahan memori banding.
g.
Akta
penerimaan kontra memori banding (bila ada).
h.
Kontra
memori banding (bila ada).
i.
Pemberitahuan
penyerahan kontra memori banding.
j.
Inzage.
k.
Surat
Kuasa Khusus (bila ada).
l.
Surat
Kuasa Khusus (bila ada).
m.
Bukti
pengiriman biaya perkara banding.
n.
Bukti
setor biaya pendaftaran ke kas negara.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan kasasi yang pada akhrinya
akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung adalah himpunan
surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan kasasi serta semua
kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan kasasi yangterdiri dari :
a.
Relaas
pemberitahuan amar putusan banding kepada kedua belah pihak.
b.
Surat
Kuasa dari kedua belah pihak (bila ada).
c.
Akta
permohonan kasasi.
d.
Relaas
pemberitahuan akta permohonan kasasi kepada pihak lawan.
e.
Memori
kasasi.
f.
Tanda
terima memori kasasi.
g.
Surat
keterangan Panitera apabila Pemohon Kasasi tidak menyerahkan memori kasasi.
h.
Relaas
pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan.
i.
Kontra
memori kasasi (bila ada).
j.
Relaas
pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan.
k.
Salinan
putusan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah.
l.
Salinan
putusan Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syar'iyah Aceh.
m.
Tanda
bukti pengiriman biaya kasasi melalui bank / kantor pos.
n.
Surat-surat
lain (bila ada).
o.
Dokumen
elektronik berisi :
1)
Salinan
putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah dan pengadilan tinggi agama/
mahkamah syar’iyah Aceh serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah.
2)
Memori
kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak menyampaikan.
Bundel B yang berkaitan dengan permohonan peninjauan kembali yang
pada akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung adalah
merupakan himpunan suratsurat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan
peninjauan kembali serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan
peninjauan kembali yang terdiri dari :
a.
Relaas
pemberitahuan amar putusan kasasi kepada Pemohon Peninjauan Kembali
(apabila peninjauan kembali diajukan terhadap putusan kasasi) atau relaas
pemberitahuan amar putusan banding (apabila permohonan peninjauan kembali
diajukan atas putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh).
b.
Surat
Kuasa Khusus (jika ada)
c.
Akta
permohonan peninjauan kembali.
d.
Surat
permohonan peninjauan kembali dilampiri dengan surat bukti.
e.
Tanda
terima surat permohonan peninjauan kembali.
f.
Surat
pemberitahuan dan penyerahan salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak
lawan.
g.
Jawaban
surat permohonan peninjauan kembali.
h.
Surat
pemberitahuan dan penyerahan salinan jawaban atas permohonan peninjauan
kembali.
i.
Salinan
putusan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
j.
Salinan
putusan Pengadilan Tinggi Agama / Mahkamah Syar'iyah Aceh (bila perlu).
k.
Salinan
putusan kasasi (bila perlu).
l.
Tanda
bukti pengiriman biaya permohonan peninjauan kembali dari bank / kantor pos.
m.
Surat-surat
lain (bila ada).
n.
Dokumen
elektronik berisi:
1)
Salinan
putusan pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah dan pengadilan tinggi agama/
mahkamah syar’iyah Aceh serta dakwaan jaksa (khusus perkarah jinnayah.
2)
Memori
kasasi dan kontra memori kasasi, jika pihak menyampaikan.
I.
Administrasi Pelaksanaan Putusan Izin Ikrar Talak
1)
Setelah
putusan izin berkekuatan tetap (BHT), Ketua Pengadilan/ Mahkamah Syar’iyah
membuat PMH baru untuk pelaksanaan sidang ikrar talak.
2)
Majelis
Hakim menetapkah hari sidang (PHS).
3)
Majelis
memerintahkan Jurusita Pengganti memanggil pemohon dan termohon.
4)
Dalam
hal pemohon atau wakilnya yang diberi kuasa khusus untuk itu serta termohon atau
wakilnya hadir dalam sidang ikrar talak, maka pemohon atau wakilnya menucapkan
ikrar talak yang dihadiri oleh termohon atau wakilnya.
5)
Jika
termohon telah mendapat panggilan secara sah atau patut, tetapi tidak datang
menghadap sendiri atau tidak mengirim wakilnya, maka pemohon atau wakilnya
dapat mengucapkan ikrar talak tanpa dihadiri oleh termohon atau wakilnya.
6)
Jika
pemohon dalam tenggat waktu 6 bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian
ikrar talak tidak datang sendiri atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah
mendapat panggilan secara sah atau patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut,
dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.
7)
Panitera
membuat catatan pada halaman terakhir putusan berbunyi : “Kekuatan hukum putusan
ini gugur sejak tanggal .......”.
8)
Proses
persidangan ikrar talak dicatat dalam berita acara sidang.
9)
Berita
acara sidang berikut penetapan dan berkas perkaranya diserahkan kembali pada
meja III.
10)
Meja
III mencatat dalam Buku Kendali Khusus untuk itu.[3]
BAB
III
KESIMPULAN
Majelis Hakim yang memeriksa perkara terlebih dahulu harus
mengupayakan perdamaian melalui proses mediasi. Kemudian segala sesuatu yang
terjadi di persidangan pengadilan tingkat pertama dituangkan dalam berita acara
sidang, sedangkan di pengadilan tingkat banding cukup dibuat catatan sidang. Ketua
Majelis bertanggung jawab atas perbuatan dan penandatanganan berita acara
dibantu oleh panitera.
Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia. Jika dipandang perlu dan mendapat
persetujuan Majelis Hakim, Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan
Majelis Hakim. Dalam penyelesaian putusan, pada waktu diucapkan harus sudah
jadi dan setelah itu langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera
Pengganti.
Jika yang bersangkutan tidak
hadir dalam sidang pembacaan putusan, maka Panitera / Jurusita Pengganti harus memberitahukan
isi putusan kepada para pihak yang tidak hadir. Kemudian Panitera juga
menyampaikan salinan putusan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
putusan BHT kepada pegawai pencatat nikah
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Ahmad Harun, Pedoman
Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama. Jakarta: Direktorat
Jenderal Badan Peradilan Agama, 2013.
Abdul Manan, Penerapan
Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2005.
Vimeo vids, Vids, videos - Vimeo
BalasHapusvids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, video. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. youtube mp3 Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos. Vids, videos.