Sabtu, 01 Juli 2017

BANK SYARIAH


BANK SYARIAH
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
HUKUM DAGANG

Dosen pengampu :
                                                H. Abdullah Taufik, SH. MH.



Description: Description: Description: Description: Description: Description: Description: C:\Users\Public\Pictures\Sample Pictures\Logo_STAIN_Kediri.jpg


Disusun oleh :
Ulfah Rodliyah           (931100914)



PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
2016





BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
Al Qur’an telah jelas melarang riba.[1] Selain itu juga agama-agama lainpun melarangnya, bukan hanya etika agama yang mengutuknya, tetapi juga etika filosofis, seperti filsafat yunani. Dengan demikian, disamping diketahui bahwa Al Qur’an tidak sendirian dalam menampilkan sikap kerasnya terhadap riba.
Salah satu lembaga perekonomian yang sampai saat ini menggunakan sistem riba ialah bank. Menurut catatan sejarah, usia perbankan sudah dikenal kurang lebih 2500 SM dalam masyarakat Mesir Purba dan Yunani Kuno, kemudian masyarakat Romawi.[2] Istilah perbankan dalam masyarakat modern pada umumnya disebut dengan bank konvesional. Bank konvensional melaksanakan pembagian keuntungan dengan system bunga (persentase) tetap. Bank tidak mau melihat, apakah wiraswastawan peminjam mendapat kerugian atau laba. Hal ini membuat sekelompok orang islam untuk mendirikan bank islam dengan ciri tanpa bunga yang disebut dengan bank syari’ah, bank syariah menawarkan berbagai produk dan jasa bank berdasarkan prinsip syariah Islam. Seperti apakah bank syari’ah? Berikut akan diulas dalam makalah ini.

B.            Rumusan Masalah
1.             Apa pengertian dari bank syariah?
2.             Apa falsafah operasional bank syari’ah?
3.             Apa saja prinsip-prinsip bank syari’ah?
4.             Apa saja produk-produk bank syari’ah?






BAB II
PEMBAHASAN

A.           PENGERTIAN BANK SYARIAH
Istilah lain yang di gunakan untuk sebutan Bank Syariah adalah Bank Islam. Secara akademik, istilah Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama.[3]
Antonio dan perwataadmadja membedakannya menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariat Islam.[4] Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberi kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam.
Berdasarkan rumusan tersebut, Bank Syariah berarti Bank yang tata cara beroprasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Al hadist. Muamalat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik hubungan pribadi maupun antara peorangan dengan masyarakat.[5]
Bank syariah memiliki system oprasional yang berbeda dengan bank konvensional. Bank  syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabah.balam system oprasional bank syariah, pembayaran dan penarikan bunga  di larang dalam semua bentuk transaki. Bank syariah tidak mengenal system bunga, baik bunga yang di peroleh  dari nasabah yang meminjam uang atau bunga yang  di bayar kepada penyimpan dana di bank syariah.[6]
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara  yaitu menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk titipan dan investasi dari pihak pemilik dana. Bank  syariah sebagai lembaga intermediasi antar pihak investor yang menginvestasikan dananya dibank kemudian selanjutnya bank syariah yang menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana.[7]


Bank syariah merupakan bank yang kegitannya mengacu pada hukum islam dan dalam kegiatanya tidak membebankan bunga maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Undang-Undang perbankan syariah no. 21 tahun 2008 menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup lembaga, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam pelaksanaan kegiatan usahanya. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri dari bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah(UUS), dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
            Bank umum syariah adalah bank yang berdiri sendiri sesuai dengan akta pendiriannya, bukan merupakan bagian dari bank konvensional. Bank unit usaha syariah merupakan unit usaha syariah yang masih di bawah pengelolaan bank konvensional. Unit  usaha syariah adalah unit kerja dari kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanaan kegitan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah atau unit usaha syariah.
            Bank syariah menggunakan prinsip dasar sesuai syariah Islam. Dalam menentukan imbalannya, baik imbalan yang diberikan maupun di terima, bank syariah tidak menggunakan tidak menggukan system bunga melainkan menggunakan konsep imbalan sesuai dengan akad yang di perjanjikan.[8]
            Mengenai pendirian dan pemilikan bank syariah haris memenuhi syarat-syarat warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia, warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia dengan warga Negara asing atau badan hukum asing secara kemiraan, pemerintah daerah.

B.            FALSAFAH OPERASIONAL BANK SYARI’AH
Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat . Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, harus di hindari.[9]
1.             Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
a.              Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman, ayat: 34).
b.             Menghindari penggunaan system prosentasi untuk pembebanan biyayaa terhadap hutang atau pemberian imbalan terhdap simpanan yang mengandung unsure meliputi gandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (QS. Al Imron: 130).
c.              Menghindari penggunaan system perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim Bab Riba No.1551 s.d 1567).
d.             Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No.1569 s.d 1572).
2.             Menetapkan system bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al Qur’an surat Al Baqqrah ayat 275 dan An Nisa’ ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus dilandasi atas dasar system bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan mu’amalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.[10]

C.            PRINSIP-PRINSIP BANK SYARI’AH
 Prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syari’ah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syari’ah antara lain,
1.             Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2.             Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3.             Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
4.             Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.  diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya.
D.           PRODUK -PRODUK BANK SYARI’AH
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa.
1.             Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaan yaitu:
a.              Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli.
b.             Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa.
c.              Transaksi pembiyaan untuk usaha kerja sama yang dituju guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa atau ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudhrabah.
1.             Prinsip jual beli (Ba’i)
Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti :
a.              Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Prinsip murabahah  banyak diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang investasi. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan menyerupai kredit investasi pada bank konvensional. Skema murabahah  sangat berguna bagi seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Ia meminta pada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan membayarnya sesuai kemampuan keuangannya. Harga jual pada pemesanan adalah harga pokok ditambah marjin keuntungan yang disepakati. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal selama berlakunya akad.
b.             Salam
Salam pembelian suatu barang yang penyerahannya dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Salam  dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual atau produsen harus
bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai pesanan.
Mengingat bank tidak memproduksi atau memiliki persediaan atas barang yang dibeli atau dipesan nasabah, maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan salam dengan pihak lain yakni pemasok, misalnya bulog, pedagang pasar induk, atau rekanan lain. Mekanisme transaksi salam seperti ini disebut dengan Pararel As-Salam.
Kalau diperhatikan sepintas, transaksi salam  ini menyerupai praktik ijonn yang masih banyak ditemukan di desa-desa. Kedua transaksi ini sebenanya sangat jelas perbedaannya. Dalam praktik ijon, barang yang dibeli (diijon) tidak dihitung datau diukur secara spesifik. Penentuan harga tidak transparan, cenderung sepihak, dan sangat memberatkan pihak penjual sebagai pihak lemah.  Harga biasanya ditentukan untuk suatu hasil setelah panen. Sebaliknya, dalam salam  kesepakatan antara pembeli dan penjual meliputi harga, ukuran kuantitas,
c.              Istishna
Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja dalam Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.


Pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau tangguhan. Untuk melaksanakan skim ba’i al-istishna’ kontrak dilakukan di tempat pembuatan barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang disebutkan dalam kontrak, kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip istishna’  ini menyerupai bai as-sala, namun dalam  istishna’ pembayarannya dapat dilakukan di muka, cicilan, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim salam dilakukan secara tunai.
Skim  istishna’ dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur, industri kecil menengah, dan konstruksi. Dalam  istishna’  ini kriteria barang pesanan harus jelas jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad  istishna’ dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung oleh nasabah.
Dalam pelaksanaannya istishna’ dapat dilakukan melalui dua macam cara:
1).  Pihak produsen ditentukan oleh bank dan pihak produsen ditentukan oleh nasabah.
2).  Pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan di muka
dalam akad, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
2.             Prinsip Sewa (Ijarah)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah yang menyewa (Ijarah muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
3.             Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil adalah :
a.             Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut.
b.             Mudarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
4.              Akad Pelengkap
 Untuk memudahkan pelaksanan pembiyaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiyaan. Meskipu tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya biaya pengganti ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar benar timbul.
a.             Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah aqad yang mengharuskan pemindahan hutang dari yang bertanggung jawab kepada penanggung jawab yang lain .[11]
b.             Rahn
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai. Tujuan akad Rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
c.              Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang calon haji membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada nasabah calon haji tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum keberangkatan Hajinya.
d.             Wakalah
Wakalah dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e.              Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.



2.       Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana dibank syariah dapat berupa giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.
a.             Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
b.             Mudharabah
1)             Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.
2)              Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad Mudarabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal untuk investsi-investasi tertentu.
3)     Mudarabah of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak sebagai arranger, yang mempertemukan nasabah pemilih modal dan nasabah yang akan menjadi mudharib.
c.              Wakalah
Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3.       Produk Jasa
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa :
a.             Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b.              Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank Syariah berarti Bank yang tata cara beroprasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Al hadist. Muamalat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik hubungan pribadi maupun antara peorangan dengan masyarakat.
Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat . Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, harus di hindari. Yaitu: menjauhkan diri dari unsur riba dan menetapkan system bagi hasil dan perdagangan.
Prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syari’ah.
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana dan produk jasa.




















Daftar Pustaka
Ichsan Nurul, Perbankan Syariah, GP Press Group, Ciputat, 2014.
Ismail. Perbankan Syariah, Kencana-Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Muhammad, Lembaga Keuangan umat kontemporer, UII Press, Yogyakarta, 2000.
Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, 2005.
Perwataatmadja Karnaen dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1997.
Sadeli Hasan, Ed., Ensiklopedi Indonesia, jilid I.
Suwito Warkum, Asas-Asas Bank Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait Bamui, Takaful Dan Pasar Modal Syariah Di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.





[1] Riba dalam Ilmu Fiqih ada dua macam: (1). Riba yang disebabkan oleh jual beli, disebut riba fadl dan (2).      Riba yang disebabkan oleh pinjam meminjam atau hutang piutang disebut riba nasi’ah. Riba yang dibicarakan dalam Al Qur’an adalah riba nasi’ah.
[2] Hasan Sadeli, Ed., Ensiklopedi Indonesia, jilid I hal 393.

[3] Warkum Suwito, Asas-Asas Bank Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait Bamui, Takaful Dan Pasar Modal Syariah Di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal 5.
[4] Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1997), hal 1.
[5] Ibid,. Warkum Suwito, hal 6.
[6] Ismail. Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana-Prenada Media Group, 2011), hal 31-32.
[7] Ibid,. hal 32.
[8] Ibid,. hal 32-33.
[9] Muhammad, Lembaga Keuangan umat kontemporer (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm 63.
[10] Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005), hlm 16.

[11] Nurul Ichsan, Perbankan Syariah (Ciputat: GP Press Group, 2014), hal 201.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar