BANK SYARIAH
Tugas ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
HUKUM DAGANG
Dosen pengampu
:
H. Abdullah Taufik, SH. MH.

Disusun oleh :
Ulfah Rodliyah (931100914)
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al Qur’an telah jelas melarang riba.[1]
Selain itu juga agama-agama lainpun melarangnya, bukan hanya etika agama yang
mengutuknya, tetapi juga etika filosofis, seperti filsafat yunani. Dengan
demikian, disamping diketahui bahwa Al Qur’an tidak sendirian dalam menampilkan sikap kerasnya terhadap riba.
Salah satu lembaga perekonomian yang sampai saat ini menggunakan sistem riba ialah bank. Menurut catatan sejarah, usia
perbankan sudah dikenal kurang lebih 2500 SM dalam masyarakat Mesir Purba dan
Yunani Kuno, kemudian masyarakat Romawi.[2] Istilah
perbankan dalam masyarakat modern pada umumnya disebut dengan bank konvesional.
Bank konvensional melaksanakan pembagian keuntungan dengan system bunga
(persentase) tetap. Bank tidak mau melihat, apakah wiraswastawan peminjam
mendapat kerugian atau laba. Hal ini membuat sekelompok orang islam untuk
mendirikan bank islam dengan ciri tanpa bunga yang disebut dengan bank
syari’ah, bank syariah menawarkan berbagai produk dan
jasa bank berdasarkan prinsip syariah Islam. Seperti
apakah bank syari’ah? Berikut akan diulas dalam makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari bank syariah?
2.
Apa falsafah operasional bank syari’ah?
3.
Apa saja prinsip-prinsip bank syari’ah?
4.
Apa saja produk-produk bank syari’ah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN BANK SYARIAH
Istilah lain yang di gunakan untuk sebutan Bank
Syariah adalah Bank Islam. Secara akademik, istilah Islam dan Syariah memang
mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan Bank
Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama.[3]
Antonio dan perwataadmadja membedakannya menjadi dua pengertian, yaitu Bank
Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariat Islam.[4] Bank Syariah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberi kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran
serta peredaran uang yang pengoprasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip
Syariat Islam.
Berdasarkan rumusan tersebut, Bank Syariah berarti
Bank yang tata cara beroprasinya didasarkan pada tata cara bermuamalat secara
Islam, yakni mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Al hadist.
Muamalat adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia, baik hubungan pribadi maupun antara peorangan dengan masyarakat.[5]
Bank syariah memiliki system oprasional yang berbeda
dengan bank konvensional. Bank syariah memberikan layanan bebas
bunga kepada para nasabah.balam system oprasional bank syariah, pembayaran dan
penarikan bunga di larang dalam semua bentuk transaki. Bank syariah
tidak mengenal system bunga, baik bunga yang di peroleh dari nasabah
yang meminjam uang atau bunga yang di bayar kepada penyimpan dana di
bank syariah.[6]
Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara yaitu menghimpun dan dari masyarakat
dalam bentuk titipan dan investasi dari pihak pemilik dana. Bank syariah
sebagai lembaga intermediasi antar pihak investor yang menginvestasikan dananya
dibank kemudian selanjutnya bank syariah yang menyalurkan dananya kepada
pihak yang membutuhkan dana.[7]
Bank syariah merupakan bank yang kegitannya mengacu
pada hukum islam dan dalam kegiatanya tidak membebankan bunga maupun tidak
membayar bunga kepada nasabah. Undang-Undang perbankan syariah no. 21 tahun
2008 menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup lembaga, kegiatan
usaha, serta cara dan proses dalam pelaksanaan kegiatan usahanya.
Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri dari bank umum syariah (BUS), unit usaha
syariah(UUS), dan bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
Bank
umum syariah adalah bank yang berdiri sendiri sesuai dengan akta pendiriannya,
bukan merupakan bagian dari bank konvensional. Bank unit usaha syariah
merupakan unit usaha syariah yang masih di bawah pengelolaan bank konvensional.
Unit usaha syariah adalah unit kerja dari kantor pusat bank
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanaan kegitan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor cabang pembantu syariah atau unit usaha syariah.
Bank
syariah menggunakan prinsip dasar sesuai syariah Islam. Dalam menentukan imbalannya,
baik imbalan yang diberikan maupun di terima, bank syariah tidak menggunakan
tidak menggukan system bunga melainkan menggunakan konsep imbalan sesuai dengan
akad yang di perjanjikan.[8]
Mengenai
pendirian dan pemilikan bank syariah haris memenuhi syarat-syarat warga Negara
Indonesia dan badan hukum Indonesia, warga Negara Indonesia dan badan hukum
Indonesia dengan warga Negara asing atau badan hukum asing secara kemiraan,
pemerintah daerah.
B.
FALSAFAH OPERASIONAL BANK SYARI’AH
Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah
SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat . Oleh karena itu,
setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan
agama, harus di hindari.[9]
1.
Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya:
a.
Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka secara pasti
keberhasilan suatu usaha (QS. Luqman, ayat: 34).
b.
Menghindari penggunaan system prosentasi untuk pembebanan biyayaa terhadap
hutang atau pemberian imbalan terhdap simpanan yang mengandung unsure meliputi
gandakan secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya
waktu (QS. Al Imron: 130).
c.
Menghindari penggunaan system perdagangan atau penyewaan barang ribawi
dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas
maupun kualitas (HR. Muslim Bab Riba No.1551 s.d 1567).
d.
Menghindari penggunaan system yang menetapkan di muka tambahan atas hutang
yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab
Riba No.1569 s.d 1572).
2.
Menetapkan system bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al Qur’an surat Al Baqqrah ayat
275 dan An Nisa’ ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syari’ah harus
dilandasi atas dasar system bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya
didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada
kegiatan mu’amalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga
akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa,
dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi.[10]
C.
PRINSIP-PRINSIP BANK
SYARI’AH
Prinsip syari’ah
adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang sesuai dengan syari’ah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem
perbankan syari’ah antara lain,
1.
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
2.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
3.
Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang
hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki
nilai intrinsik.
4.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah
transaksi. diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya
tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat
karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya.
D.
PRODUK -PRODUK BANK SYARI’AH
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar
yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana
dan produk jasa.
1.
Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan
syariah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaan yaitu:
a.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan
dengan prinsip jual beli.
b.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa.
c.
Transaksi pembiyaan untuk usaha kerja sama yang dituju guna mendapatkan
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan didepan
dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang
termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli
seperti murabahah, salam dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip
sewa atau ijarah. Sedangkan kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan
dari besarnya usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil
keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk
perbankan yang termasuk kedalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudhrabah.
1.
Prinsip jual beli (Ba’i)
Prinsip jual beli diadakan sehubung diadanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan
dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti :
a.
Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli, dimana bank
mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah
menjadi pembeli. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad.
Prinsip murabahah banyak diterapkan dalam pembiayaan pengadaan
barang investasi. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan
menyerupai kredit investasi pada bank konvensional. Skema murabahah sangat berguna bagi seseorang yang
membutuhkan barang secara mendesak tetapi kekurangan dana. Ia meminta pada bank
agar membiayai pembelian barang tersebut dan membayarnya sesuai kemampuan
keuangannya. Harga jual pada pemesanan adalah harga pokok ditambah marjin
keuntungan yang disepakati. Kesepakatan harga jual dicantumkan dalam akad jual
beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal selama berlakunya akad.
b.
Salam
Salam pembelian suatu barang yang penyerahannya dilakukan
kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada
pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau
industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam,
ukuran, mutu, dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam
akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil
produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual atau
produsen harus
bertanggung jawab dengan cara
mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai
pesanan.
Mengingat bank tidak
memproduksi atau memiliki persediaan atas barang yang dibeli atau dipesan
nasabah, maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan salam dengan pihak
lain yakni pemasok, misalnya bulog, pedagang pasar induk, atau rekanan lain.
Mekanisme transaksi salam seperti ini disebut dengan Pararel As-Salam.
Kalau diperhatikan sepintas,
transaksi salam ini menyerupai
praktik ijonn yang masih banyak ditemukan di desa-desa. Kedua transaksi ini
sebenanya sangat jelas perbedaannya. Dalam praktik ijon, barang yang dibeli
(diijon) tidak dihitung datau diukur secara spesifik. Penentuan harga tidak
transparan, cenderung sepihak, dan sangat memberatkan pihak penjual sebagai
pihak lemah. Harga biasanya ditentukan
untuk suatu hasil setelah panen. Sebaliknya, dalam salam kesepakatan antara pembeli dan penjual
meliputi harga, ukuran kuantitas,
c.
Istishna
Alur trankasksi Istishna mirip dengan Salam, hanya saja
dalam Istishna, Bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin
pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada
pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang
dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau
tangguhan. Untuk melaksanakan skim ba’i al-istishna’ kontrak dilakukan di
tempat pembuatan barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat
saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang
disebutkan dalam kontrak, kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip istishna’ ini menyerupai bai as-sala, namun dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan di
muka, cicilan, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim salam dilakukan secara
tunai.
Skim istishna’ dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur, industri kecil menengah, dan
konstruksi. Dalam istishna’ ini kriteria barang pesanan harus jelas
jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati
dicantumkan dalam akad istishna’ dan
tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan kriteria
pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh
biaya tambahan tetap ditanggung oleh nasabah.
Dalam pelaksanaannya istishna’ dapat dilakukan melalui dua macam cara:
1). Pihak produsen ditentukan oleh
bank dan pihak produsen ditentukan oleh nasabah.
2). Pelaksanaan salah satu dari
kedua cara tersebut harus ditentukan di muka
dalam akad, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
2.
Prinsip Sewa (Ijarah)
Secara prinsip, Ijarah sama dengan transaksi jual beli. Hanya saja yang
menjadi objek dalam transaksi ini adalah dalam bentuk manfaat. Pada akhir masa
sewa dapat saja diperjanjian bahwa barang yang diambil manfaatnya selama masa
sewa akan dijual belikan antra Bank dan nasabah yang menyewa (Ijarah
muntahhiyah bittamlik/sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).
3.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan dengan prinsip bagi hasil adalah
:
a.
Musyarakah
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut.
Musyarakah adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil. Dalam kerjasama ini para pihak secara bersama-sama memadukan sumber daya baik yang berwujud ataupun tidak berwujud untuk menjadi modal proyek kerjasama, dan secara bersama-sama pula mengelola proyek kerjasama tersebut.
b.
Mudarabah
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal, dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan Bank untuk melakukan pembiayaan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan terdahulu. Dapat pula dana tersebut digunakan oleh bank untuk melakukan pembiayaan mudharabah. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.
4.
Akad Pelengkap
Untuk memudahkan pelaksanan pembiyaan, biasanya
diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk
mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiyaan.
Meskipu tidak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan
untuk meminta pengganti biaya biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad
ini. Besarnya biaya pengganti ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar benar
timbul.
a.
Hiwalah (Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah aqad yang mengharuskan
pemindahan hutang dari yang bertanggung jawab kepada penanggung jawab yang lain
.[11]
b.
Rahn
Rahn, dalam bahasa umum lebih dikenal dengan Gadai.
Tujuan akad Rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank
dalam memberikan pembiayaan.
c.
Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Misalnya dalam hal seorang
calon haji membutuhkan dana pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran
biaya perjalanan haji. Bank memberikan pinjaman kepada nasabah calon haji
tersebut dan si nasabah melunasinya sebelum keberangkatan Hajinya.
d.
Wakalah
Wakalah
dalam praktek Perbankan syariah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada
bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang.
e.
Kafalah
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
Kafalah dalam bahasa umum lebih dikenal dengan istilah Bank Garansi, yang ditujukan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai Rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
2. Produk Penghimpunan Dana
Produk penghimpunan dana dibank syariah dapat berupa giro, tabungan, dan
deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana
masyarakat adalah wadi’ah dan mudharabah.
a.
Wadi’ah
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
Prinsip Wadi’ah yang diterapkan dalam Perbankan syariah adalah Wadiah Yad Dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Dalam konsep Wadi’ah Yad Dhamanah, Bank dapat mempergunakan dana yang dititipkan, akan tetapi bank bertanggung jawab penuh atas keutuhan dari dana yang dititipkan.
b.
Mudharabah
1)
Mudarabah Mutlaqah
Mudarabah Mutlaqah adalah Mudarabah yang tidak
disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal.
2)
Mudarabah Muqayadah on
Balance Sheet
Mudarabah Muqayadah on Balance Sheet adalah Aqad
Mudarabah yang disertai dengan pembatasan penggunaan dana dari Sahibul Mal
untuk investsi-investasi tertentu.
3) Mudarabah of Balance Sheet
Dalam Mudarabah of Balance Sheet, Bank bertindak
sebagai arranger, yang mempertemukan nasabah pemilih modal dan nasabah yang
akan menjadi mudharib.
c.
Wakalah
Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
Wakalah dalam praktek perbankan syariah dilakukan apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3. Produk Jasa
Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada
nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan
tersebut antara lain berupa :
a.
Sharf (jual beli valuta asing)
Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan
prinsip Sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil
keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b.
Ijarah (Sewa)
Jenis kegiatan Ijarah antara lain penyewaan kotak
simpanan (safe deposit box) dan jasa tata-laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bank Syariah berarti Bank yang tata cara beroprasinya
didasarkan pada tata cara bermuamalat secara Islam, yakni mengacu
kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Al hadist. Muamalat adalah
ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik
hubungan pribadi maupun antara peorangan dengan masyarakat.
Setiap lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah
SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat . Oleh karena itu,
setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntutan
agama, harus di hindari. Yaitu: menjauhkan diri dari unsur riba dan menetapkan system bagi hasil dan perdagangan.
Prinsip syari’ah adalah aturan perjanjian berdasarkan
hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syari’ah.
Pada dasarnya, produk yang ditawarkan perbankan syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar
yaitu produk penyaluran dana, produk penghimpunan dana
dan produk jasa.
Daftar Pustaka
Ichsan Nurul, Perbankan Syariah, GP Press Group, Ciputat, 2014.
Ismail. Perbankan Syariah, Kencana-Prenada Media Group, Jakarta, 2011.
Muhammad, Lembaga Keuangan umat kontemporer, UII Press, Yogyakarta, 2000.
Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah, BPFE-Yogyakarta,
Yogyakarta, 2005.
Perwataatmadja Karnaen dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan
Bagaimana Bank Islam, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1997.
Sadeli Hasan, Ed., Ensiklopedi
Indonesia, jilid I.
Suwito Warkum, Asas-Asas
Bank Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait Bamui, Takaful Dan Pasar Modal Syariah Di
Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
[1] Riba dalam Ilmu Fiqih ada dua macam: (1). Riba yang
disebabkan oleh jual beli, disebut riba fadl dan (2). Riba yang disebabkan oleh pinjam meminjam atau hutang piutang disebut riba
nasi’ah. Riba yang dibicarakan dalam Al Qur’an adalah riba nasi’ah.
[3]
Warkum
Suwito, Asas-Asas Bank Islam
Dan Lembaga-Lembaga Terkait Bamui, Takaful Dan Pasar
Modal Syariah Di
Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal 5.
[4] Karnaen Perwataatmadja
dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1997), hal 1.
[10] Muhammad, Konstruksi
Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2005), hlm 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar